Wednesday, October 27, 2010

Resume Kolb dan Krathwohl

David A. Kolb

Pandangan Kolb terhadap belajar

Kolb adalah seorang ahli dalam aliran humanistik. Beliau mengemukakan empat hal dalam belajar yaitu :

a. Pengalaman Konkrit

Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut.

b. Pengamatan Aktif dan Reflektif

Seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dilaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang.

c. Konseptualisasi

Seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

d. Eksperimentasi Aktif

Seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.


David R. Krathwohl

Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu:


1. Receiving

Pada tingkat ini, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya, pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

2. Responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.


3. Valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen.Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.


4. Organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5. Characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization. Pada tingkat ini, peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

Referensi

http://doditsfoundation.blogspot.com/2008/03/teori-belajar-humanistik.html

http://education-mantap.blogspot.com/2009/12/penilaian-ranah-afektif.html

Saturday, October 23, 2010

Resume Piaget dan Vygotsky

Jean Piaget


Konsep Teoritis Utama

Ada beberapa konsep yang dikemukakan Piaget yaitu :

1. Intelegensi

Menurut Piaget, intelegensi merupakan ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme semakin matang dan mendapat pengalaman. Dengan kata lain, intelegensi adalah sesuatu yang selalu berubah-ubah karena individu mengalami tahap perkembangan dan individu mendapat pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

2. Schemata

Skema adalah struktur kognitif yang dimiliki seorang individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam skema, terdapat content / isi.

Misalnya : Skema à pergi ke dokter. Content à mengambil nomor antrian, duduk menunggu antrian, dipanggil masuk ke ruang periksa, dan lain-lain.

3. Asimilasi dan Akomodasi

Asimilasi adalah proses merespons lingkungan sesuai dengan skema yang dimiliki yaitu dengan melakukan pencocokan atau penyesuaian terhadap skema.

Akomodasi adalah proses memodifikasi skema.

4. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi adalah proses yang terjadi karena ketidakseimbangan struktur kognitif.

5. Interiorisasi

Penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif. Hal ini berjalan sesuai dengan tahap perkembangan dimana pada awalnya anak akan sangat mengandalkan lingkungan untuk memahami dunia dan sampai pada akhirnya, individu akan lebig menggunakan konsep-konsep yang abstrak.


Tahap-Tahap Perkembangan

1. Tahap Sensorimotor (lahir sampai 2 tahun)

Pada tahap ini, anak belum bisa berbicara. Anak masih egosentris dan di akhir tahap ini anak akan mengembangkan konsep object permanence (anak menyadari bahwa suatu objek tetap ada meskipun mereka tidak melihatnya)

2. Tahap Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Tahap ini terbagi menjadi dua yaitu :

  1. Pemikiran prakonseptual

Anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka mengklasifikasi objek berdasarkan kemiripannya tetapi melakukan banyak kesalahan. Misalnya, semua perempuan adalah ”ibu”. Selain itu, logika mereka transduktif.

  1. Periode pemikiran intuitif

Anak memecahkan masalah secara intuitif. Anak gagal mengembangkan konservasi (kemampuan menyadari bahwa jumlah, panjang, isi atau luas akan tetap sama meskipun direpresentasikan ke dalam bentuk berbeda-beda)

3. Tahap Operasional Konkrit (7-12 tahun)

Anak mulai mengembangkan kemampuan konservasi, melakukan pengurutan (dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya), dan menangani konsep angka.

4. Tahap Operasional Formal (12-15 tahun)

Anak tidak lagi tergantung pada hal-hal konkret dan mulai dapat berpikir logis.


Kondisi Optimal Untuk Belajar

Informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam struktur kognitif tetapi pada saat yang sama ia harus berbeda agar menimbulkan perubahan dalam struktur kognitif tersebut.

Seseorang harus menentukan jenis struktur kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikit demi sedikit. Karena alasan inilah Piaget mendukung hubungan tatap-muka antara guru dan murid.


Lev S. Vygotsky

The Social Formation of Mind

Seperti Bruner, Vygotsky berusaha memahami pembentukan intelektual dengan memberikan perhatian pada proses perkembangan. Dia juga percaya bahwa perkembangan individu tidak dapat dipahami tanpa adanya pengaruh dari faktor sosial dan budaya.


Vygotsky’s Developmental Method

Natural Process of Development

Vygotsky melakukan eksperimen dengan observasi pada sejumlah anak ketika mereka melakukan berbagai aktivitas. Penekanan dari eksperimen ini adalah untuk melihat proses dari apa yang dilakukan anak-anak tersebut. Dengan kata lain, Vygotsky bukan ingin melihat seberapa baik performa yang dilakukan anak melainkan apa saja yang dilakukan anak dalam kondisi untuk memenuhi tugas.


Phylogenetic Comparisons

Faktor budaya dan sosial penting untuk dipertimbangkan untuk memediasi perkembangan kemampuan intelektual manusia.


Sociocultural History

Vygotsky mempertimbangkan perkembangan intelektual merupakan internalisasi tool budaya seseorang. Tools muncul dan berubah sebagaimana kultur/budaya berkembang.


The Social Origins of Higher Mental Processes

Internalization

Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi


The Zone of Proximal Development

Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.


Scaffolding

Scaffolding adalah proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya.


Referensi

Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia

Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon

http://robertsumardi.wordpress.com/2008/09/11/implikasi-teori-psikologi-piaget-vygotsky-dan-bruner-dalam-pembelajaran-bahasa-inggris/

http://valmband.multiply.com/journal/item/11

Wednesday, October 13, 2010

UTS Psikologi Belajar

Jawaban UTS dapat diunduh dengan dengan menekan klik pada

Calvina 08-065

Terima Kasih.

Saturday, October 2, 2010

Penerapan Gagne dalam Wawancara

Robert Gagne adalah tokoh dengan pendekatan ekletik dimana beliau menggunakan pendekatan behavioris dan kognitif dalam teorinya. Beliau memberikan kontribusi tentang dalam teori belajar dan juga pembelajaran dimana ada tentang tipe belajar, hasil belajar, dan juga fase belajar.

Kali ini, saya akan mencoba mengaitkan teori Gagne yaitu mengenai fase belajar pada salah satu mata kuliah yang pernah saya ikuti yaitu mata kuliah Wawancara. Alasan saya mengaitkannya dengan mata kuliah ini adalah karena menurut saya mata kuliah ini sesuai dengan prinsip Gagne.

Delapan fase belajar Gagne dan Penerapannya dalam Mata Kuliah Wawancara

  1. Motivation

Seorang individu harus terlebih dahulu memiliki motivasi untuk belajar.Motivasi dapat dibangkitkan secara internal ataupun eksternal/melalui pengajar.

Saya mengambil mata kuliah Wawancara adalah karena mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib. Sebelumnya saya tidak tahu akan mempelajari apa dalam mata kuliah ini. Di pertemuan pertama, dosen menjelaskan kontrak kuliah yang didalamnya menjelaskan aturan kuliah dan termasuk didalamnya tujuan dari mata kuliah ini. Setelah mendengar penjelasan tersebut, saya menjadi termotivasi untuk mengetahui lebih banyak mengenai wawancara karena wawancara merupakan salah satu keterampilan yang penting dalm dunia kerja.

  1. Apprehending

Materi-materi dalam perkuliahan pertama sekali disajikan dalam ceramah dan kemudian presentasi per kelompok. Dimana setiap kelompok mendapat topik berbeda untuk presentasi. Dalam presentasi, saya mendengarkan dan mendapat informasi-informasi baru.

  1. Acquistion

Informasi yang didapatkan kemudian diproses dan dikodekan.

  1. Retention

Informasi yang dikodekan kemudian disimpan

  1. Recall

Memanggil kembali informasi yang ada

Beberapa minggu menjelang ujian akhir, kami diberi tugas untuk melakukan wawancara dengan teman dimana ada yang bertugas sebagai observer, interviewer, dan juga interviewee. Dimana dalam tugas tersebut, kami perlu mengingat kembali dasar dalam wawancara dan teknik-teknik dalam melakukannya.

  1. Generalization

Dalam fase ini, terjadi transfer of learning. Kami mencoba memikirkan cara bagaimana mengaplikasikan apa yang telah kami pelajari.

  1. Performance

Fase ini adalah fase menampilkan proses-proses sebelumnya.

Setelah menjalani keenam proses sebelumnya, kami melakukan praktikum wawancara secara berkelompok. Dalam praktikum, wawancara yang dilakukan direkam dan setelah itu kami membuat makalah mengenai analisis wawancara yang telah dilakukan.

  1. Feedback

Feedback adalah suatu evaluasi terhadap performance.

Sebenarnya dalam mata kuliah ini, feedbacknya tidak terlihat. Setelah membuat makalah, kami mengumpulkannya ketika ujian akhir.

Daftar Pustaka

Bigge, Morris L. 1982. Learning Theories for Teachers 4th Ed. New York : Harper & Row.

Belajar Menurut Bruner

Jerome S. Bruner, salah seorang tokoh ekletik menggunakan pendekatan discovery learning dimana seorang individu mencari dan menemukan sendiri informasi berkenaan dengan materi yang dipelajari. Jika dikaitkan dengan pengalaman selama belajar di psikologi sampai sejauh ini pendekatan discovery learning tersebut masih jarang saya gunakan. Misalnya saja, ketika akan menghadapi suatu presentasi dimana ada beberapa bagian yang tidak saya mengerti. Untuk mengatasi kesulitan itu, saya akan mencari tahu melalui teman ataupun beberapa sumber dari internet.

Ada beberapa mata kuliah yang benar-benar sesuai dengan pendekatan discovery learning yaitu mata kuliah yang mengharuskan mahasiswa untuk turun langsung ke lapangan. Salah satu contohnya adalah mata kuliah Paedagogi. Ketika itu, ada beberapa materi mengenai basis pembelajaran yang akan dibahas. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok-kelompok dan mendapatkan topik yang berbeda. Kemudian masing-masing kelompok terjun ke sekolah untuk mendapatkan data langsung dari observasi siswa dan wawancara dengan pihak sekolah. Setelah itu, data yang didapat dianalisis untuk dilihat apakah sekolah yang dikunjungi menerapkan basis pembelajaran tertentu. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa mahasiswa berusaha mencari/menemukan informasi sendiri.

Proses belajar kognitif yaitu perolehan informasi baru, transformasi pengetahuan, dan evaluasi. Jika dihubungkan dengan contoh diatas, proses belajar kognitif dapat dilihat sebagai berikut. Misalnya saja, sebelum terjun langsung ke lapangan, kami sebagai mahasiswa yang akan melakukan kunjungan pastinya memiliki suatu skema mengenai materi yang bersangkutan sehingga dapat melakukan proses pengambilan data. Setelah mendapat data di lapangan atau dengan kata lain memperoleh informasi baru, informasi baru yang didapatkan harus diubah bentuknya agar sesuai dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya / transformasi pengetahuan. Kemudian, setiap kelompok melakukan presentasi dengan menampilkan gabungan pengetahuan tersebut untuk mendapatkan evaluasi baik itu dari kelompok lain maupun dari dosen.

Mode of representation dibagi menjadi 3 yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Enactive adalah belajar dengan menggunakan benda yang konkret, iconic adalah belajar dengan melihat secara visual, dan symbolic berkaitan dengan bahasa. Mode of representation sendiri dapat diartikan sebagai cara belajar seseorang apakah dengan melakukan langsung, melihat ataupun mendengarkan. Dalam hal ini, saya merasa saya lebih bisa belajar dengan mendengarkan /auditory. Ketika akan menghadapi ujian, saya sering merasa sulit untuk belajar atau memahami jika harus melihat langsung bahan yang diujikan. Namun ketika saya mendengar ada orang berdiskusi atau ketika teman menyampaikan secara langsung apa yang dipelajarinya, saya merasa lebih bisa menangkap inti dari materi yang diujikan.


Daftar Pustaka

Bigge, Morris. 1982. Learning Theories for Teachers. New York : Harper & Row

Konsep Penting Ausubel dan Penerapannya

Konsep lain dari Ausubel adalah Integrative Reconciliation dimana kita mencoba melihat persamaan dan perbedaan dari dua materi berbeda. Misalnya saja dalam mata kuliah Konstruksi Alat Ukur ketika mempelajari konstruksi tes prestasi dan skala sikap. Melihat kedua materi tersebut, saya melihat langkah-langkah dalam mengkonstruksi alat ukur keduanya memiliki beberapa persamaan seperti alat ukur harus memiliki tujuan ukur, aitem dalam tes harus relevan dengan tujuan ukur, dan sebagainya. Selain itu, saya juga dapat menemukan perbedaan diantara keduanya.

Setiap manusia memiliki struktur kognitif dimana struktur tersebut tersusun secara hirarki. Struktur kognitif yang kita miliki atau dengan kata lain pengetahuan yang kita miliki menentukan proses belajar selanjutnya. Jika kita memiliki anchoring ideas maka akan lebih mudah bagi kita dalam menyesuaikan/mencocokan informasi yang kita miliki dan yang kita baru dapatkan. Misalnya, di semester sebelumnya banyak dibahas mengenai tokoh Bandura. Karena sering dipelajari maka materi tersebut akan lebih mudah dipahami. Tetapi ketika mendapat materi mengenai tokoh Bruner sedangkan sebelumnya tidak pernah dibahas, saya menjadi merasa agak susah memahami materi tersebut.

Ada juga konsep lain yang dicetuskan Ausubel yakni Progressive Differentiation.dimana kita belajar secara inklusif atau dengan kata lain kita belajar dari hal-hal umum sampai ke hal yang lebih mendetail/spesifik. Hal ini dapat dilihat dalam program mata kuliah yang diberikan. Mata kuliah yang diberikan biasanya yang lebih mendasar dulu baru ke tingkat yang lebih tinggi. Contohnya, kami biasanya diajarkan pengenalan Psikologi kemudian ke cabang-cabangnya yaitu Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri Organisasi. Nantinya materi yang dipelajari akan semakin spesifik atau mendetail.

Selain diterapkan dalam program mata kuliah yang ada di kampus, konsep ini juga dapat diterapkan dalam satu mata kuliah. Misalnya saja ketika mempelajari dasar organisasi. Pertama akan dipelajari apa itu organisasi, apa yang menjadi tujuan organisasi, bagaimana sistem dalam organisasi sampai belajar bentuk-bentuk organisasi yang ada.

Untuk memahami suatu materi, kesiapan materi juga harus dipertimbangkan melalui pemahaman seseorang mengenai materi sebelumnya. Prinsip ini disebut reconciliation. Prinsip ini dapat berjalan dengan adanya konfirmasi, koreksi, dan klarifikasi. Misalnya saja, ketika kelompok menyudahi suatu presentasi, Bu Ika akan bertanya apa saja yang telah kami tangkap dari suatu materi. Maksud dari pertanyaan tersebut adalah untuk mengetahui apakah konsep yang telah kami dapat sudah benar atau belum. Selain itu, Bu Ika akan melakukan koreksi apabila pemahaman kami salah. Hal itu dilakukan sebagai umpan balik agar kami dapat menguasai suatu materi dengan benar.


Daftar Pustaka

Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon

Penerapan Teori Ausubel

Salah satu tokoh yang mengemukakan teori belajar adalah David Paul Ausubel. Beliau adalah tokoh aliran kognitif yang mencetuskan ide tentang belajar bermakna / meaningful learning. Berbeda dengan Bruner yang menggunakan konsep discovery learning, Ausubel menyatakan bahwa belajar dilakukan dengan reception learning yang artinya seorang individu belajar hanya dengan menerima informasi yang didapatnya tanpa mencari atau menemukan sendiri informasi tersebut.

Selama belajar di Psikologi, saya merasa konsep reception learning sering digunakan. Di beberapa mata kuliah, sistem pengajaran masih dalam bentuk ceramah dan sistem presentasi per kelompok. Biasanya dalam ceramah ataupun presentasi, saya mendengarkan informasi- informasi/materi yang disampaikan dalam presentasi tersebut. Kemudian setelah mendengarkan, saya akan menginternalisasi/memproses informasi yang saya dapatkan kemudian menyimpannya.

Menurut Ausubel sendiri, belajar bermakna dapat terjadi ketika kita berhasil menghubungkan informasi yang telah kita miliki dan yang baru kita dapatkan. Terkadang saya memang berhasil menghubungkan kedua hal tersebut. Tetapi terkadang saya kesulitan untuk memproses informasi yang saya dapatkan dan mencocokannya dengan konsep yang telah saya miliki. Kesulitan yang saya rasakan mungkin terjadi karena saya kurang memahami informasi/materi yang dijelaskan sebelumnya.

Kadang ketika saya merasa terlalu putus asa dalam belajar menghadapi ujian, saya akan menghapal materi yang diujikan. Memang cara seperti itu tidak efektif dimana hapalan tersebut akan cepat hilang dan saya juga tidak memahami apapun mengenai materi tersebut.

Beruntunglah beberapa dosen menerapkan prinsip advance organizers dalam pembelajaran. Advance organizers adalah semacam pengenalan awal mengenai suatu materi dan kaitannya dengan materi yang lain. Dengan adanya advance organizers, saya menjadi mendapat suatu gambaran ketika akan memasuki salah satu materi yang akan dibahas tersebut. Misalnya saja dalam kelas mata kuliah Psikologi Belajar ketika mempelajari materi teori belajar Thorndike dan Skinner. Karena teori kedua tokoh hampir sama dimana teori Skinner dikembangkan dari teori Thorndike, Bu Ika selaku salah satu pengampu mata kuliah akan memberikan mahasiswa suatu gambaran mengenai materi tersebut. Advance Organizers sendiri tidak hanya berupa pengenalan di awal tetapi juga bisa berupa rangkuman di akhir seperti misalnya dosen mengatakan ”Nah!Sekarang kalian sudah mempelajari teori Thorndike dan Skinner. Menurut kalian, apa persamaan dari kedua teori tersebut?”. Dari sanalah, bisa terbentuk suatu benang merah yang menghubungkan informasi yang didapat dan informasi yang telah dimiliki.


Daftar Pustaka

Driscoll, Marcy P. 1994. Psychology of Learning for Instruction. Boston : Allyn and Bacon